Kau adalah orang pertama yang kukenal saat kita berdua menjadi perwakilan sekolah di porseni tingkat kabupaten, di sekolah menengah pertama. Saat itu kita menjadi penonton bagi teman-teman kita di kontingen basket lalu perbincangan loncat ke tayangan kesayangan kita, Slamdunk. Hal yang menyatukan kita adalah perbincangan mengenai tokoh Hanamichi Sakuragi dan Kaede Rukawa, bukan? Selanjutnya, kita pun masih sering bertemu di tiap perlombaan antar kelas. Kau selalu menjadi juara pertama lomba melukis dan aku selalu berada di posisi bontot. Sebenanrya, diam-diam aku selalu belajar padamu saat lomba. Aku memperhatikan caramu memberi warna, membuat garis, dan bentuk. Kau selalu memiliki cara teristimewa dalam memberi warna. Lalu kutahu juga bahwa kau tak pernah pelit memberi ilmu pada kawanmu.
Kita bertemu lagi di sekolah menengah atas. Dua tahun sekelas denganmu membuatku tahu cara tertawamu yang lepas dan lantang itu, juga keistimewaanmu di bidang seni rupa dan bahasa. Seni rupa? Ya, tentu, bakat seni turun dari ayahmu yang seorang pelukis itu. Lalu, karya terbesarmu saat SMA, kukira, adalah saat melukis wajah teman sekelas kita dengan riasan wajah seekor beruang saat teater. Sungguh, kau punya kemampuan khusus di bidang rias karakter walaupun kau sendiri bilang hasil dandananmu padanya membuat dia lebih mirip Mickey Mouse.
Empat tahun berlalu di perguruan tinggi membuatku tak sering berjumpa dan berbincang denganmu. Memang sempat, saat kau memutuskan ngekos dan sama-sama les musik di RMHR saja barangkali. Namun setelah itu, saat kita sama-sama lulus, kukira semua benar-benar dimulai kembali. Aku selalu menamakan masa setelah aku lulus itu adalah sebuah titik balik. Banyak hal yang terjadi dan berubah dalam hidupku. Termasuk bertemu kembali denganmu di lembaga kursus bahasa Perancis. Saat itu, aku sangat menikmati peranku menjadi muridmu yang paling "oces" dan suka "cicirihilan" di kelas. Namun, sejak itu kita makin punya banyak cara membagi kebahagiaan dengan unik dan sederhana misalnya nonton Charlie Chaplin, curhat tentang Monsieur "X", atau menggosipkan makhluk-makhluk gaib. Kita bahkan bisa menertawakan kesedihan masing-masing.
Lantas saat ini, apalagi yang mampu aku janjikan selain waktu pertemuan di kereta yang nyatanya juga tak pasti, Nita. Sebab sudah terlalu lama kita tak bertemu dan mengurai lagi banyak cerita sepanjang perjalanan menuju Cicalengka. Sungguh telah kukenal dirimu melebihi rekan satu gerbong dari Bandung menuju rumah. Bukan pula rekan yang selalu kutanya jadwal pergantian kereta. Sudah kita bagi harapan-harapan itu sepanjang pertemuan. Maka bertemu denganmu saat ini adalah juga mengingat harapan masing-masing tentang sejumlah cita-cita dan cinta. Aku selalu meyakini bahwa kau akan mampu melampaui pencapaianmu saat ini. Barangkali suatu hari nanti kau adalah ilustrator atau desainer handal di tanah air. Aku selalu meyakini itu sebab kulihat potensi itu memancar-mancar dari sudut matamu. Tentang cinta? Ah, kita pernah berbincang panjang di taman balai kota. Bukankah cinta tak datang dengan paksaan dan bukan pula sesuatu yang mudah dipermainkan. Sudah, abaikan makcomblang-makcomblang itu sekiranya mereka membuatmu jengah. Keep being the best and the best man will come to you!
Jika kita bertemu nanti, kita bisa sekali lagi menonton atau ngopi bersama. Aku akan meluangkan banyak ruang di memori laptopku untuk kau isi dengan film berkualitas pilihanmu. Tapi, kumohon jangan selundupkan film horror di sana. :)
24 Februari, 2016.
0 Response to "Surat untuk Nita Rostiani Maharani"
Posting Komentar